Malaysia menerapkan sistem monarki terpilih, sehingga tidak memiliki garis suksesi takhta secara langsung. Dalam hal kedudukan Yang di-Pertuan Agong lowong (mangkat, tidak layak, atau mengundurkan diri), Majelis Raja-Raja akan mengadakan pertemuan untuk memilih Yang di-Pertuan Agong yang baru dari sembilan penguasa negara bagian Melayu. Sementara itu, jabatan Timbalan Yang di-Pertuan Agong (Wakil Yang di-Pertuan Agong) tidak secara langsung menjadi penerus takhta kerajaan. Pemilihan Yang di-Pertuan Agong sendiri didasarkan pada Pasal 32 Konstitusi Malaysia.
Menurut konvensi, Yang di-Pertuan Agong dipilih berdasarkan urutan kesenioran kerajaan negara bagian.[1]